Armando Loho Hidupkan Cerita Rakyat dalam Bahasa Tombulu Lewat Media Digital

TOMOHON, LENSA-INDO.COM – Dalam upaya pelestarian bahasa daerah yang semakin tergerus zaman, Armando Loho, pegiat budaya asal Tomohon, mengambil langkah konkret dengan mendokumentasikan cerita rakyat Minahasa dalam bahasa Tombulu. Program ini resmi berjalan sejak awal 2024 dan terus berlanjut hingga kini, menyasar generasi muda melalui pendekatan media digital dan audiovisual.

Bahasa Tombulu merupakan salah satu varian bahasa daerah Minahasa yang termasuk dalam rumpun Austronesia, dengan karakteristik vokal khas dan struktur kalimat yang berbeda dari dialek Minahasa lainnya. Menurut referensi dari Kamus Bahasa Daerah Tombulu dan kajian Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sulawesi Utara, bahasa ini tergolong terancam punah karena semakin jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari, khususnya di kalangan generasi muda.

Cerita rakyat yang diangkat meliputi kisah asal usul, legenda desa, hingga dongeng bermuatan nilai moral, etika, dan filosofi lokal, yang selama ini diturunkan secara lisan. Armando merekam narasi tersebut langsung dari para sesepuh masyarakat yang masih fasih berbahasa Tombulu, lalu mengemasnya dalam bentuk video pendek dengan terjemahan teks dan ilustrasi visual untuk menarik minat generasi digital.

“Kalau kita hanya simpan dalam ingatan, satu generasi yang lupa bisa membuat bahasa dan cerita itu hilang. Tapi kalau kita arsipkan secara visual dan edukatif, dia akan tetap hidup,” ujar Armando dalam salah satu sesi peluncuran konten.

Sejauh ini, program tersebut telah melahirkan beberapa video cerita rakyat berbahasa Tombulu, yang kini dimanfaatkan sebagai bahan ajar muatan lokal di beberapa sekolah di Kota Tomohon dan Minahasa. Kerja sama juga dijalin dengan komunitas literasi dan lembaga pendidikan untuk memperluas distribusi dan pemanfaatan konten.

Armando menegaskan bahwa tujuan utamanya bukan sekadar mendokumentasikan, tetapi menghidupkan kembali bahasa Tombulu sebagai bagian dari identitas budaya yang layak diwariskan. Baginya, cerita rakyat bukan hanya produk sastra, tetapi juga cermin cara berpikir dan nilai hidup masyarakat Minahasa yang tidak boleh tercerabut dari akarnya.

Dengan teknologi sebagai jembatan, ia berharap dokumentasi ini menjadi arsip hidup yang terus berkembang dan dapat diakses oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja, sebagai bagian dari gerakan pelestarian bahasa dan budaya daerah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *